Adi Kusma, Sang Pendiri Biznet

Adi Kusma akrab dengan komputer sejak kecil. Ia sampai dijuluki kuper lantaran lebih suka bergumul dengan komputer. Namun, di bidang inilah peruntungan Adi. Terbukti, Biznet yang dirintisnya bisa bertahan, kendati harus bersaing keras. Nyaris saban hari, kita dihujani tawaran koneksi internet yang kencang bin murah. Tawaran bertubi-tubi ini lazimnya datang dari operator seluler.
Benar, bisnis dunia maya telah jadi kontributor pendapatan operator. Pelanggan seluler yang hampir mencapai 100 juta orang, serta pengguna internet di Indonesia yang tahun lalu mencatat angka 25 juta, adalah pasar menggiurkan.
Padahal, sebelum operator ramai-ramai terjun di bisnis internet, sudah ada banyak perusahaan penyedia jasa internet alias internet service provider. Lantas, ke mana mereka sekarang? Beberapa perusahaan bisa tetap bertahan, namun banyak juga yang kalah bersaing harga dengan operator.
adi_kusmaUntuk bisa bertahan, perusahaan penyedia jasa internet harus putar otak. Hal inilah yang dilakukan oleh Biznet. “Sebagai underdog, Biznet harus pintar mencari celah,” tutur Adi Kusma, pendiri Biznet.
Sesuai dengan namanya, sejak awal Biznet sudah membidik pasar perusahaan. Adi punya alasan sendiri ketika menyusun rencana bisnisnya. Menurut dia, perusahaan menggantungkan nasibnya pada sambungan internet, sehingga mereka lebih loyal. “Kalau sambungan internet mati, perusahaan kan rugi,” jelasnya. Ini berbeda dengan karakter pelanggan individual yang suka berganti-ganti penyedia internet.
Sekarang, Biznet memiliki sekitar 15.000 pelanggan. “80%-nya adalah pelanggan korporat,” ujar pria berusia 33 tahun ini. Pelanggan Biznet membayar tarif beragam, antara Rp 500.000 sampai Rp 10 juta sebulan.
Adi sendiri meyakini bahwa bisnis penyedia jasa internet punya prospek bagus. Adi memang sudah akrab dengan komputer sejak kecil. Ia pun suka mengutak-atik komputer.
Lulus SMA, Adi melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Industri, Oregon State University di Amrik. Pasalnya, orangtua Adi yang pengusaha ingin agar salah satu anaknya bisa melanjutkan bisnis baja mereka.
Tapi, Adi tak bisa meninggalkan dunia komputer. Selama kuliah di Amerika, ia juga ikut beberapa kursus software. Bahkan, saat kuliah, Adi diterima bekerja di Software House International, sebagai programer.
Adi kembali ke Indonesia setelah lulus kuliah, tahun 2000. Di tanah Air, alih-alih meneruskan bisnis orangtuanya, Adi malah ingin mendirikan usaha sendiri. Ia menganggap bisnis penyedia jasa internet punya prospek yang sangat bagus di Indonesia. Maklum, waktu itu, pemainnya masih sedikit.
Berbekal modal US$ 5 juta, Adi yang waktu itu bekerja di salah satu perusahaan terafiliasi MID Plaza mencoba membuat jaringan wireless. Perusahaannya diberi nama Supra Primatama Nusantara, dengan merek dagang Biznet.
Awalnya, Adi hanya melayani internet broadband untuk tiga pelanggan, yakni tiga gedung di sekitar MID Plaza. “Waktu itu kecepatan aksesnya adalah 10 Mbps,” ujar Adi kepada Tabloid Kontan. Bandingkan dengan high speed packet access plus (HSPA+) yang bisa mencapai 21 Mpbs.
Lebih lagi, waktu itu infrastrukturnya hanya dimiliki PT Telkom. Jadi, Adi harus menyewa server dari luar negeri. Tambahan, “Menyewa bandwidth dari luar negeri masih sangat mahal, karena kabel laut yang masuk Indonesia sedikit,” kenang Adi lagi.
Sebenarnya, waktu Adi mendirikan Biznet, Indonesia sedang menggeliat untuk bangkit pasca-krisis moneter 1998. Waktu krismon, banyak perusahaan yang bangkrut, sehingga meninggalkan gedung. “Banyak perusahaan yang menahan pengeluaran mereka,” tutur Adi. Jadi, Adi harus meyakinkan para pelaku bisnis bahwa koneksi internet cepat sangat penting bagi perusahaan.
Lantaran biaya untuk sewa infrastruktur terbilang mahal, akhirnya, Adi memutuskan bahwa Biznet harus punya jaringan sendiri. Tujuan lain, dengan jaringan sendiri, dia bisa memberikan akses internet berkecepatan tinggi.
Maka, fokus Adi selanjutnya adalah membangun kabel optik milik perusahaan sendiri. Adi enggan berbagi angka, berapa modal yang ia tanamkan untuk jaringan ini. Namun, yang pasti pada tahun 2005, Biznet sudah menggunakan jaringan optik 10 kilometer di Jalan Sudirman.
Akses internet cepat ini ternyata bisa mendongkrak jumlah pelanggan Biznet. Pelanggan perusahaan, menurut Adi, cenderung memilih penyedia internet yang handal. Mereka tidak berorientasi pada harga layanan. “Percuma kalau harganya murah, tapi aksesnya tersendat-sendat,” celetuk Adi. Maka, Biznet pun tak ragu mematok harga premium.
Kini, Biznet sudah mengembangkan kabel optik sepanjang 1.100 km, dari Serang sampai Bali. Karyawan Biznet pun meningkat, dari hanya empat orang menjadi 200 orang. Biznet juga mengembangkan basis pelanggan individual. Toh, Adi belum juga puas. Ia bilang Biznet sedang menyiapkan ekspansi di luar bisnis ISP. “Tapi, nanti tunggu saja tahun depan,” kata Adi berahasia.

Jangan lupa baca yang ini juga



0 comments:

Posting Komentar

PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Pantang bagi kita memberikan komentar bermuatan menghina atau spam.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Bangun sharing ilmu dengan berkomentar disini :