Metode Validitas menggunakan SPSS

Dalam beberapa korespondensi e-mail saya dengan beberapa orang pembaca blog ini tentang penelitian, saya terlibat diskusi yang cukup menarik mengenai masalah validitas dan realibilitas alat ukur.  Kedua hal ini menjadi penting dibicarakan karena berkaitan dengan kualitas instrument yang digunakan. Misalnya ketika kita menggunakan kuesioner, maka untuk menguji kualitas kuesioner itu, tidak bisa tidak harus dilakukan dengan menguji validitas dan realibilitasnya.
Berangkat dari beberapa diskusi di atas itulah saya sedikit menyimpulkan bahwa konsep validitas kadangkala masih membingungkan bagi sebagian orang. Karena itulah maka saya akan sedikit membahas masalah validitas ini.
Secara umum, validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauhmana alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.  Misalnya, jika kita mau mengukur berat gajah, maka kita akan menggunakan timbangan dan bukan thermometer. Dalam hal ini, alat ukur yang valid untuk mengukur berat gajah adalah timbangan. Jika kemudian orang menggunakan thermometer untuk mengukur berat gajah, maka kesimpulan yang diambil tidak bisa diterima karena alat ukur yang digunakan tidak valid.
Jika dikaitkan dengan bidang psikologi/penelitian sosial, penggunaan konsep validitas dapat ditemui dalam tiga konteks yaitu validitas penelitian, validitas soal dan validitas alat ukur. Validitas penelitian merupakan derajad kesesuaian hasil penelitian dengan keadaan sebenarnya.  Jika ternyata hasil penelitian tidak sesuai dengan keadaan nyata dilapangan, maka hasil penelitian tersebut bisa dikatakan tidak valid.
Validitas soal berkaitan dengan kesesuaian antara suatu soal dengan soal lain. Dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran menurut Djemari Mardapi (dosen saya waktu kuliah di UNY)  validitas ini adalah kesesuaian antara materi ujian dan materi yang telah dipelajari. Jadi jika ternyata soal yang diberikan kepada siswa adalah materi pelajaran yang belum dipelajari sebelumnya maka soal tersebut bisa dinyatakan tidak valid. (dalam kaitan dengan hal ini, mungkinkah kita bisa mengatakan bahwa soal UN sudah valid atau belum?)
Sedangkan validitas alat ukur merujuk pada kecermatan ukurnya suatu tes. Contohnya jika kita melakukan pengujian terhadap kualitas ibadah sholat seseorang, maka pertanyaan yang diajukan adalah seputar masalah sholat dan bukan masalah haji atau puasa. Teknik pengujian validitas seperti ketiga contoh di atas biasa dikenal dengan validitas muka. Dalam bahasa inggrisnya validitas ini biasanya disebut dengan face validity.
Pertanyaan selanjutnya adalah, adakah cara selain menggunakan face validity untuk melihat sejauhmana sebuah alat ukur dapat dinyatakan valid? Jawabnya: ADA.
Dalam literature-literatur yang pernah saya baca, untuk mengukur validitas ini dilakukan berdasarkan bentuk soal. Jika soal-soal yang digunakan dalam bentuk tes (benar – salah) maka validitas yang biasanya digunakan adalah validitas konstruk ataupun kriteria. Sedangkan jika soal-soal dalam bentuk nontes (tidak benar/tidak salah) yang biasanya digunakan dalam kuesioner, maka cara mencari validitas yang paling sering digunakan adalah menggunakan korelasi product moment dari pearson. Dalam hal ini, validitas soal dicari dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Hasil korelasi tersebut kemudian dikonsultasikan dengan tabel r.
Dalam postingan selanjutnya, saya akan mengulas bagaimana mencari validitas nontes dengan menggunakan korelasi. 

Jangan lupa baca yang ini juga



0 comments:

Posting Komentar

PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Pantang bagi kita memberikan komentar bermuatan menghina atau spam.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Bangun sharing ilmu dengan berkomentar disini :